Print
Category: Cerita Fakta Pangan
Hits: 1393

Di Indonesia, super market sudah menjadi bagian hidup masyarakat, terutama yang tinggal di kota-2 besar. Pernahkah kita memperhatikan waktu pergi ke super market? 
Super market adalah produk masyarakat produktif berpenghasilan tinggi. Waktu sangat berharga. Phenomena ini menjadi peluang bisnis. Konsep one stop shoping menjadi jalan keluarnya. Orang yang super sibuk dengan bekerja, harus belanja di super market secara efisien. Membeli kebutuhan hidup harian seminggu sekali. Sekali masuk dan butuh waktu yang pendek.

supermaerket

Hampir semua barang kebutuhan tersedia. Barang di kemas dengan berbabai ukuran yang dibutuhkan, dibungkus dengan indah di tata di rak-2 dengan rapi. Penataannya jadi seperti membentuk karya seni instalansi yang pada akhirnya menarik pembeli. Orang datang ke super market, yang pada awalnya dari rumah tidak terpikirkan membeli, jadi membeli. Di belakang itu, jutaan manusia bekerja. Semua terangkai dalam satu sistem industri. Mulai dari industri bahan baku sampai barang siap dikonsumsi di rak-2 super market.

 (lihat juga videonya….klik disini)

Makanan

indexMari kita simak khusus untuk bahan pangan. Di setiap Mall, disana disediakan area khusus super market. Bahan dipajang mulai dari bahan makanan segar sampai makanan olahan. Darimana manakah barang-2 itu?

Sebagian keseluruhan, barang makanan yang dijual adalah produk pertanian yang sudah dikemas dalam sistem industri. Sistem industri yang jaringannya bukan hanya local Indonesia, tetapi sudah terkait dengan jaringan global.

Coba perhatikan, berapa persen produk pertanian yang dipajang itu hasil pertanian dari bumi pertiwi Indonesia?. Perkiraan saya kurang dari 20%. Sebagian besar adalah produk impor. Mulai dari bahan segar seperti sayuran dan buah,  daging dan ikan sampai bahan makanan siap dikonsumsi.

 Epilog

Hulu dari makanan yang dipajang itu ada jutaan tenanga kerja dan keluarganya hidup. Kalau kita membeli bahan makanan impor, berarti memberi kehidupan petani pada orang yang bekerja di belakang super market. Lalu bagaimana petani kita yang berada di Indonesia? Petani kita mensuplai kebutuhan pangan yang di pajang di pasar-pasar tradisional, di luar super market. Harganya tentu jauh lebih rendah dari harga yang dipajang di super market karena pembelinya bukan masyarakat berpenghasilan tinggi. Implikasinya keuntungan yang diperoleh tidak bisa leluasa untuk berkembang, bahkan kadang untuk petani subsisten hasilnya hanya bisa untuk mencukupi dirinya dan keluarganya.

Phenomena ini dapat menjadi salah satu penjelasan mengapa petani kita yang tak bergabung dengan system industri tidak dapat berkembang. Tentu tidak sepenuhnya salah kalau dikatakan supermarket penyedia makanan “membunuh” pelan-pelan petani kita.

Yogyakarta, 26 Maret 2014

Pencerita: Sahid Susanto