Kelompok masyarakat yang belum beruntung ini kena konsekuensi peminggiran dan harus bergeser ke wilayah yang semakin tinggi. Dorongan oleh pemenuhan kebutuhan perut  yang memang tidak bisa ditunda. Solusi yang paling dekat bagi masyarakat ini pilihannya terbatas. Orientasinya adalah wilayah yang belum disentuh oleh pusaran ekonomi.  Jatuhnya adalah wilayah atas pegunungan.

dien2

Phenomena yang demikian muncul dipicu oleh pembangunan ekonomi melalui masuknya investasi tetapi sistem ekonomi tidak mampu mengakomodasi danmenampung kelompok masyarakat yang banyak keterbatasan pendidikan dan ketrampilan (skill) ini sebagai tenaga kerja industri. Ditambah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tidak sebanding dengan laju pertumbuhan ekonomi, jadilah lapar lahan.

 Tarikan pusaran ekonomi sentripetal karena kebutuhan komoditas pertanian mempercepat proses lapar lahan. Angka sederhana yang banyak dipakai para analis untuk mengukur adalah upaya investasi untuk setiap 1% pertumbuhan ekonomi hanya bisa menampung tenaga kerja sekitar 100 ribu orang. Dengan ilmu dan teknologi yang sekarang semakin canggih, daya tampung ini juga menurun karena tenaga kerja manusia dapat digantikan dengan mesin.

 Di kawasan pengunungan Dieng Wonosobo, misalnya. Phenomena ini kelihatan nyata. Keindahan kawasan pegunungan Dieng diwarnai dengan lahan2 terasering sampai ke puncak-2 gunung untuk budidaya tanaman kentang. Didukung oleh tanah yang sangat subur dengan ketebalan kandungan bahan organik yang cukup memadahi dan iklim dengan kelembaban tinggi  menjadikan area ini cocok untuk budidaya tanaman holtikultura. Kentang menjadi pilihan para petani karena demand yang tinggi. Hukum ekonomi berjalan.

dieng 3Kekurangan pupuk organik di suplai dari pupuk kandang yang didatangkan dari daerah lain. Kekurangan air disuplai dari   mata air yang muncul dan telaga yang ada di kaki gunung. Kawasan pegunungan Dieng memang banyak mata air yang muncul di kaki-2 gunung dan beberapa telaga alam. Telaga Sikidang dan Telaga Merdada, dua diantaranya. Telaga Sikidang yang posisinya di atas telaga Merdada sekarang sudah kering, tidak ada airnya. Telaga Merdada yang masih ada airnya cukup melimpah.

 Hampir dipastikan, air di Telaga Merdada ini muncul dari bawah tanah. Air yang keluar dari mata air di pompa ke atas dengan pompa diesel ataupun listrik. Demikian pula air yang ada di telaga Merdada. Pipa-pipa pralon nampak bersilang silang, bahkan ada yang melewati di atas jalan. Mengurangi eksotisme pemandangan indah pegunungan Dieng, memang. Tapi kebutuhan air untuk mendukung budidaya kentang tak bisa diabaikan. Di musim kemarau, pemandangan munculnya pompa disesel dan pipa-pipa pralon semakin marak. Jadilah phenomena haus air.

 Epilog

 Phenomena lapar lahan dan haus air di atas membuktikan bahwa kemampuan alam sudah terlampaui untuk berfungsi sebagai wahana produksi pangan sekaligus menyediakan lingkungan hidup yang nyaman bagi semua makhluk hidup yang tinggal di wilayah itu. Alam sudah dalam titik stress. Indikasinya, respon siklus air di musim hujan menjadi banjir dan musim kemarau kekeringan. Solusi secara normative dapat diarahkan melalui pengurangan ketergantungan mata pencaharian masyarakat terhadap lahan untuk produksi pangan dengan membuka lapangan kerja. Namun membuka lapangan kerja yang sekaligus mengalihkan ketergantungan lahan untuk produksi pangan membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi. Yang bisa dilakukan secara teknis hanyalah mengurangi resiko akibat stress alam melalui berbagai bentuk pengurangan resiko banjr dan erosi-sedimenteasi. Untuk ini akan diceritakan tersendiri.

Pencerita: Sahid Susanto