Kecukupan pangan di Indonesia secara mandiri masih merupakaan masalah serius yang harus dihadapi saat ini dan masa yang akan datang. Bahan pangan pokok utamanya masih bertumpu pada komoditi beras. Meskipun dibeberapa daerah/wilayah ada sebagian kecil penduduk masih bertahan mengonsumsi bahan pangan pokok non-beras seperti jagung, sagu, ubi jalar dan ketela pohon/gaplek.

panen

sayurBahkan sampai saat ini terdapat kecenderungan makin banyak masyarakat beralih ke bahan pangan pokok beras, dan lebih mengkhawatirkan lagi banyak masyarakat Indonesia mulai gemar dan bangga mengonsumsi gandum atau terigu yang sesungguhnya bukan komoditi pangan asli Indonesia. Terigu adalah pangan import dari manca negara seperti Australia yang pengadaannya tentu membutuhkan devisa negara yang sangat besar dan jumlah importnya makin naik dari waktu ke waktu. Dengan demikian terjadi perubahan atau pergeseran pola konsumsi pangan pokok bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan atas beberapa alasan antara lain sulitnya mendapatkan pasokan pangan pokok lokal yang cukup dan kontinyu, harga relatif mahal, mutu kurang baik, sulit dan perlu waktu panjang dalam penyiapan untuk dikonsumsi.

Lihat juga videonya untuk inspirasi

Program ketahanan pangn (food security) diharapkan mempu menyediakan pangan yang cukup, baik dari segi jumlah maupun mutunya bagi seluruh masyarakat, khususnya ketersediaan pangan lokal. Itulah sebabnya betapa pentingnya menggali dan membangkitkan kembali semangat dan budaya serta kearifan lokal untuk tetap mengelola dan memanfaatkan berbagai jenis dan ragam pangan yang ada dimasing-masing daerah atau wilayah di tanah air. Saat ini kondisi Indonesia masih sangat jauh dari harapan untuk menuju swasembada pangan, dalam arti tidak seluruh wilayah dapat memenuhi sendiri kebutuhan pangannya yang beraneka ragam, sehingga pada saat tertentu terjadi ketimpangan antara permintaan pangan yang selalu meningkat (mengikuti deret ukur) dengan penyediaan pangan (mengikuti deret hitung). Maka pada gilirannya harus dilakukan penanggulan dengan jalan pintas yaitu impor ragam pangan secara tidak terkendali dari negara tetangga. Sungguh sangat memprihatikan bagi kita semua yang sebenarnya memiliki sumber daya alam sangat melimpah, namun tidak ada upaya konkrit untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam tersebut secara arif dan bijaksana, serta bersungguh-sungguh. Siapa yang salah?

Pertambahan jumlah penduduk yang relatif cepat (saat ini jumlah penduduk Indonesia telah mencapai + 240 juta jiwa) harus dijadikan dasar pertimbangan bagi selurtuh pemegang kepentingan (stakeholders) dalam melaksanakan program pembangunan pada umumnya dan program ketahanan pangan pada khususnya. Karena dengan pertambahan jumlah penduduk yang besar, berarti pula harus ada upaya serius untuk mengimbangi dengan peningkatan produksi pangan lokal, agar kebutuhan pangan masyarakat dapat dipenuhi sesuai dengan kedaulatannya. Terlebih lagi makin meningkatnya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat yang menuntut pemenuhn kebutuhan pangan yang beragam, bergizi dan menyehatkan. Selain jumlah dan ragam pangan yang dibutuhkan selalu meningkat dan terjadinya perubahan atau pergeseran pola konsumsi pangan, maka faktor keamanan dan keanekaragaman pangan juga akan menjadi isu penting. Oleh sebab itu diperlukan sosialisasi dan dicanangkannya program pemanfaatan pangan lokal yang beraneka ragam bagi masyarakat dalam upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan yang sebenarnya. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan berbagai program peningkatan produksi (on farm – agroindustri hulu/budidaya) dan pengembangan teknologi penanganan pasca panen dan pengolahan hasil pertanian (off farm – agroindustri hilir), serta sub-sistem pendukungnya seperti kebijakan pemerintah pusat maupun daerah dalam rangka revitalisasi pertanian berkelanjutan dan peningkatan infrastruktur untuk mendukung pembangunan pertanian serta kelembagaan yang sesuai dengan kondisi dan keinginan masyarakat setempat. Harmonisasi antara kegiatan produksi atau bididaya dan pengolahan pangan dan hasil pertanian harus dijaga keseimbangan dan keterkaitannya untuk mencapai pertanian yang maju dan berkelanjutan.

Indonesia adalah negara agraris tropis yang secara geografis memiliki sumber daya alam (biodiversivitas) yang sangat melimpah dan potensi besar untuk dapat mengambil peran dalam era globalisasi atau perdagangan bebas seperti yang kita alami saat ini, asalkan ada wujud keterpaduan dan kebersamaan diantara para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam menjalankan program pembangunan nasional.

Potensi pangan lokal seperti janis padi-padian (padi, jagung dan sorghum), umbi-umbian (ubi kayu, ubi jalar, ganyong, garut, uwi, suweg dll.), kacang-kacangan (kedelai, kacang hijau, kacang tanah dll.), dan tanaman pangan lain sumber karbohidrat seperti sago adalah komoditi pangan lokal yang dapat dikembangkan secara intensif dan produktif untuk pemenuhan pangan bagi masyarakat mengikuti kesesuian lahan untuk budidaya pangan lokal tersebut. Oleh sebab itu gerakan aku cinta dan suka pangan Indonesia adalah salah satu kampanye untuk membangkitan semangat masyarakat agar segera memulai budidaya pangan lokal dan memanfaatkanya untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Jika hal ini disadari oleh setiap individu maka diyakini bahwa masalah kecukupan pangan dapat diatasi dengan baik dan dapat terhindar dari bahaya kurang pangan atau bahkan bencana gizi buruk dikalangan balita Indonesia. Sekarang kuncinya tinggal kemauan kita semua, terlebih lagi pemerintah yang memegang amanat untuk mensejahterakan masyarakat lewat pemenuhan kebutuhan pangannya.

Catatan: Risalah ini ditulis untuk menumbuhkan semangat semua pihak agar segera menjadikan sektor pertanian sebagai penyedia pangan.

Pencerita: Sutardi
Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian UGM

Cerita dan fakta ini juga diposting di website Manajemen Sumberdaya Alam Tropis